Rabu, 23 Maret 2016

Sejarah Gerakan Pramuka di Indonesia

By: Yanuar Cipta Rizki On: 22.34.00
  • Bagikan

  • Sejarah lahirnya gerakan Pramuka di Indonesia bermula pada masa dimana Indonesia dijajah oleh Belanda. Awal gerakan kepanduan ini bermula dari berdirinya cabang Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian berubah namanya menjadi Nederlands Indische Padvinders. Bapak kepanduan Indonesia ialah S.P. Mangkunegara yang memrakarsai berdirinya organisasi kepanduan milik Indonesia sendiri pada tahun 1916. Pada masa Jepang, gerakan ini dibubarkan karena pihak Jepang tidak menginginkan adanya sebuah organisasi yang dibuat tanpa ikut campur Jepang. Setelah Jepang pergi, gerakan Pramuka di Indonesia kembali aktif dan baru terbentuk sebagai Pramuka pada tahun 1961. Panitia untuk pembentukan gerakan Pramuka sendiri baru dibuat keputusannya pada tahun 1961 lewat keputusan Presiden Nomor 121 tahun 1961 tanggal 11 April 1961.

    Sejarah Gerakan Pramuka Masa Penjajahan
    Berdirinya gerakan Pramuka di Indonesia diawali dengan munculnya cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) pada tahun 1912. Organisasi yang juga baru berdiri pada tahun 1910 ini mampu mempertahankan eksistensinya hingga saat dimana Perang Dunia I pecah. Karena NPO memiliki kwartir besar sendiri, mereka kemudian memutuskan untuk mengubah nama mereka di tahun 1916 dan menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIVP). Pada tahun yang sama, S.P. Mangkunegara VII merencanakan untuk membuat organisasi kepanduan mereka sendiri. Hal ini dibuat nyata, dan organisasi mereka diberikan nama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) dan merupakan organisasi kepanduan yang pertama di tanah nusantara.
    Organisasi-organisasi kepanduan yang berdiri juga menyulut api pergerakan nasional, dimana pada suatu masa didirikan organisasi kepanduan milik Muhammadiyah yang diberi nama Padvinder Muhammadiyah dimana pada tahun 1920 mengganti nama mereka menjadi Hizbul Watan. Selain Muhammadiyah, ada juga Nationale Padvinderij milik Budi Utomo, Syarikat Islam Afdeling Padvinderij milik Syarikat Islam yang namanya kemudian diubah menjadi Syarikat Islam Afdeling Pandu (SIAP), Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) yang berdiri berkat Jong Islamieten Bond, dan terakhir adalah Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) yang berhutang kepada Pemuda Indonesia untuk berdiri. Pada tanggal 23 Mei 1928, rasa persatuan yang timbul dalam organisasi kepanduan di Indonesia mulai mewujudkan dirinya dengan nama “Persaudaraan Antara Pandu Indonesia” (PAPI) yang anggotanya adalah INPO, SIAP, NATIPIJ, dan PPS.
    Pada tahun 1928 hingga 1935, organisasi-organisasi kepanduan yang memelopori lahirnya gerakan Pramuka di Indonesia menjadi semakin banyak baik yang berdasarkan kebangsaan atau agama. Nama-nama organisasi yang berdasarkan kebangsaan adalah:
    • Pandu Indonesia (PI)
    • Padvinders Organisatie Pasundan (POP)
    • Pandu Kesultanan (PK)
    • Sinar Pandu Kita (SPK)
    • Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI)
    Sementara organisasi yang berdasarkan keagamaan:
    • Pandu Ansor
    • Al Wathoni
    • Hizbul Wathan
    • Kepanduan Islam Indonesia (KII)
    • Islamitische Padvinders Organisatie (IPO)
    • Tri Darma (Kristen)
    • Kepanduan Azas Katolik Indonesia (KAKI)
    • Kepanduan Masehi Indonesia (KMI)
    Demi mempererat persaudaraan di antara tiap organisasi, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) berencana untuk mengadakan sebuah jambore besar. Kegiatan ini mengalami beberapa kali perubahan rencana dalam waktu dan nama kegiatan, meskipun pada akhirnya nama kegiatan disetujui sebagai “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem” atau disingkat PERKINO. Tanggal acara yang tadinya juga sempat didebatkan akhirnya diputuskan untuk dilakukan pada tanggal 19 hingga 23 Juli tahun 1914 di sebuah daerah di Yogyakarta.
    Perkembangan gerakan Pramuka di Indonesia sempat terhambat ketika penjajah dari Belanda pulang dan digantikan oleh pasukan Jepang. Dalam masa penjajahan oleh Jepang yang mengaku-ngaku “pelindung Asia, pemimpin Asia, dan cahaya Asia”, tidak boleh ada partai dan organisasi rakyat yang terjadi. Hal ini menyulut banyak kemarahan publik karena bahkan organisasi kepanduan tidak boleh dilanjutkan. Meski ada aturan tentang penolakan organisasi, beberapa anggota BPPKI tetap merencanakan PERKINO II. Masa isolasi dari organisasi rakyat ini membuat semangat kepanduan yang ada dalam dada para anggotanya berkobar semakin kuat.

    Gerakan Pramuka Pada Masa Republik Indonesia
    Pada bulan September 1945, beberapa tokoh dari gerakan kepanduan Indonesia memutuskan untuk melakukan pertemuan di Yogyakarta demi membentuk sebuah panitia baru sebagai sebuah panitia kerja dan wadah dari sebuah organisasi yang besar. Panitia baru ini kemudian dikenal sebagai Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia (KPPI) dan di saat yang sama segera menetapkan tanggal untuk melaksanakan sebuah kongres tentang kesatuan kepanduan. Kongres ini berlangsung pada tanggal 27 hingga 29 Desember dan berlokasi di Surakarta. Dan sebagai hasilnya, terbentuklah Pandu Rakyat Indonesia. Pandu Rakyat Indonesia menghadapi masa sulit ketika hendak berkembang. Salah satu alasan yang ada adalah penyerangan kembali Belanda mulai 17 Agustus 1984 dimana pada saat itu ada seseorang yang berencana menembak mati Soeprapto dan berhasil. Pada daerah-daerah yang akhirnya berhasil dikuasai oleh Belanda, Pandu Rakyat dipaksa untuk berhenti beraktivitas.
    Ketika periode perjuangan untuk lagi-lagi mengusir Belanda dari tanah air selesai, Pandu Rakyat Indonesia mengadakan kongres mereka yang ke-2 di Yogyakarta pada tanggal 20 hingga 22 Januari tahun 1960. Yang menjadi pokok pembicaraan dari kongres ini adalah tentang bagaimana putusan untuk mencapai konsepsi yang baru, memberi kesempatan untuk beberapa golongan agar mereka bisa kembali menyejahterakan kembali organisasi mereka yang telah runtuh. Kongres ini juga membahas tentang bagaimana masyarakat sekitar kini mampu membuat organisasi kepanduan mereka sendiri. Hingga kini, kisah ini akan terus diceritakan jika ada salah satu kita yang berbicara atau bertanya tentang sejarah lahirnya gerakan Pramuka di Indonesia.

    Sejarah Perang Mu’tah

    By: Yanuar Cipta Rizki On: 22.15.00
  • Bagikan

  • ada sekitar abad ke-7 hingga ke-11, terjadi beberapa seri perang yang melibatkan Muslim Arab dengan kerajaan Romawi Timur atau yang disebut juga dengan kerajaan Byzantine. Peperangan besar ini terjadi ketika ekspedisi Muslim yang ada di bawah pimpinan Rashidun dan kekhalifahan Umayyad baru saja dimulai pada awal abad ke-7, dan dilanjutkan oleh penerusnya hingga pertengahan abad ke-11. Salah satu perang ini merupakan perang besar yang dikenal dengan nama perang Mu’tah. Sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi sendiri dimulai pada tahun 8 Hijriah (sekitar tahun 629 Masehi) di sebuah desa di Mu’tah, bagian timur dari sungai Jordan dan Karak.

    Sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi tidak akan dimulai tanpa sebelumnya ada sesuatu yang lebih besar, yaitu perselisihan antara pihak Byzantine dengan Muslim. Hal ini disebabkan oleh ledakan penduduk Arab dari Arab Peninsula pada tahun 630-an yang menyebabkan hilangnya sebagian besar area jajahan Byzantine di bagian selatan yaitu Syria dan Mesir yang berhasil direbut umat Muslim. Dalam rentang waktu 50 tahun, pasukan Muslim yang ada di bawah kekhalifan Umayyad yang agresif tak henti meluncurkan serangan berulang ke area Asia Minor yang saat itu menjadi daerah kekuasaan kerajaan Byzantine. Selain serangan, dua kali ancaman untuk penundukkan Konstantinopel juga dilayangkan.
    Latar belakang perang Mu’tah sendiri terjadi ketika perjanjian Hudaybiyyah mengatur gencatan senjata antara kaum Quraish dan tentara yang mengatur kekuatan di Mekah. Badhan, pemerintah Sassani dari Yemen sudah mulai masuk Islam, begitu juga kaum-kaum yang ada di Arab Selatan, meningkatkan kekuatan militer di Madinah. Karena hal ini, Muhammad menjadi sedikit lebih bebas dan bisa fokus terhadap suku Arab yang ada di utara, yaitu Bilad al-Sham. Salah satu sejarawan Islam menyatakan bahwa pergerakan militer ke utara adalah karena perlakuan yang buruk pihak utara kepada utusan yang dikirim Muhammad, dimana utusan tersebut dibunuh. Yang menyebabkan kerajaan Byzantine ikut campur adalah karena kaum Bani Sulaym dan Dhat al Taih merupakan kaum yang ada dalam perlindungan Byzantine.
    Sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi dimulai ketika pada awal tahun 8 Hijriah (sekitar tahun 629 Masehi), Muhammad menggerakkan pasukannya menuju area Jumada al-Awwal untuk ekspedisi singkat dengan tujuan menyerang dan menghukum kaum yang membunuh utusannya. Pemimpin pasukan ini ialah Zayd ibnu Haritha, dengan Jafar ibnu Abi Talib dan Abdullah ibnu Rawahah tepat di bawahnya. Pemimpin Ghassanid dipercaya telah mengetahui tentang serangan yang direncanakan oleh Muhammad ini, sehingga ia mulai menyiapkan pasukannya dan meminta bantuan dari Byzantine. Ada dua versi tentang siapa yang memimpin pasukan besar dari Romawi ini, dimana salah satu versi mengatakan bahwa pemimpinnya adalah Heraclius langsung, dan versi lain adalah adik dari Heraclius, yaitu Theodorus.

    Ketika pasukan Muslim tiba di area timur Jordan dan mengetahui ukuran tentara yang dibawa oleh pasukan Byzantine, mereka menjadi takut. Mayoritas dari mereka ingin menunggu sebentar dan menunggu bantuan dari Madinah datang, tapi kemudian Abdullah ibnu Rawahah mengingatkan mereka tentang keinginan jihad, dan mempertanyakan apakah baik jika mereka menunggu sedangkan apa yang mereka inginkan ada di depan mereka. Mendengar pernyataan dari Abdullah tersebut, hati para pasukan tergerak, dan segala keraguan yang menghantui mereka beberapa saat lalu mendadak hilang sehingga mereka berani untuk terus maju ke medan perang melawan pasukan yang jumlahnya hampir 67 kali jumlah mereka sendiri.
    Pertikaian pertama antara pihak Muslim dan Byzantine yang membuka sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi – terjadi di kamp mereka sendiri, di desa Musharif dimana mereka kemudian mundur ke Mu’tah. Baru di Mu’tah lah perang besar terjadi. Beberapa sumber Muslim mengatakan bahwa perang yang terjadi ini mengambil tempat di antara dua lembah dengan tinggi yang berbeda, dimana hal itu menetralkan superioritas jumlah yang dimiliki tentara Byzantine. Dalam perang ini, ketiga pemimpin pasukan Muslim tumbang satu persatu dimulai dari Zayd ibnu Haritha yang disusul oleh Jafar ibn Abi Talib dan Abdullah ibnu Rawahah setelahnya. Al-Bukhari melaporkan bahwa di bagian depan tubuh Jafar terdapat 50 luka tusuk. Melihat semangat tentara Muslim yang mulai menciut, Thabit ibnu Al-Arqam mengambil alih komando dan menyelamatkan pasukannya dari kehancuran total. Setelah perang selesai, para pasukan meminta Thabit menjadi pemimpin mereka yang ia tolak, dimana ia kemudian meminta Khalid ibnu al-Walid untuk memimpin.
    Ketika perang, Khalid dilaporkan menggunakan 9 pedang yang seluruhnya rusak karena peperangan lanjutan yang terjadi sangatlah intens. Pada akhirnya, Khalid melihat bahwa situasi mereka sangat terdesak dan mulai bersiap untuk mundur. Ia terus mengonfrontasi Byzantine dalam pertikaian kecil, tapi menghindari pertikaian besar. Suatu malam, Khalid mengganti posisi pasukannya dan membawa rearguard yang telah dipasangkan bendera baru. Hal ini untuk membuat impresi bahwa ada pasukan tambahan yang dikirim dari Madinah. Khalid juga memerintahkan kepada para kavaleri untuk mundur ke belakang bukit pada malam hari agar gerakan mereka tidak diketahui oleh pihak Byzantine, dan kembali pada siang hari sambil menaikkan jumlah debu yang bisa mereka kumpulkan sebanyak mungkin. Hal ini menjadi bagian penutup sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi – dimana pihak Byzantine percaya akan adanya pasukan yang menolong dari Madinah, dan memutuskan untuk mundur.